Biru yang tidak mengharu

Biru sering dikaitkan dengan kesedihan, kemuraman atau keadaan hati yang bergejolak a.k.a emosional. Tapi coba kalian lihat foto ini, adakah haru biru di sana?

Himaja (Himpunan Mahasiswa Japanologi) angkatan 86

Biru adalah dress code hari itu untuk kami, alumni Program Studi Jepang, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (Sekarang bernama Fakultas Ilmu Budaya UI). Biru adalah langit yang menaungi kami selama ini, selama 25 tahun persahabatan semenjak kami tercatat sebagai satu angkatan, angkatan 86. Langit itu pulalah yang menghubungkan kami yang tersebar di Jerman, Tokyo, Surabaya, Palembang, Yogyakarta dan Tokyo meskipun tidak semua dapat bertatap muka tanggal 24 Juli 2011 kemarin.

Formatur Himaja 86 ditambah Setyawan dan Dian

Kami  25 orang lulusan SMA memulai kehidupan kampus  pertama kali kampus Rawamangun. Di taman sastra ini kami melewatkan waktu bersama dengan tawa canda senda gurau. Ada lirik mata, senyum manis dan oh ya tanpa disadari ada juga pengelompokan terselubung apalagi setelah kami pindah ke kampus baru Depok. Kelompok mobil, kelompok bus, kelompok jimny biru, jimny merah, starlet merah…. yang mengantar kami dari rumah masing-masing dari dan ke kampus, dan Japan Foundation.

Taman Sastra Rawamangun, tempat aku menunggu kuliah pagi sambil membaca koran yang dijajakan anak-anak penjaja koran. Aku selalu datang jam 7 pagi dan kerap bertemu mahasiswa menwa yang menginap di kampus.

 

Tidak lebih dari 19 orang yang bisa meneruskan sampai ke tingkat dua, dan tidak semua bisa berbaris bersama memakai toga di akhir kuliah 4-5 tahun kemudian. Tapi kita pernah bersama-sama melewati Ospek, penataran P4, kuliah-kuliah bahasa dan kebudayaan Jepang selain kuliah wajib bagi mahasiswa sastra. Juga mengalami pindahan dari kampus Rawamangun ke Depok yang gersang dan sepi, bahkan waktu belum ada Bus Kuning. Tempat berkumpul kami bukan lagi taman sastra yang rindang tapi kansas a.k.a kantin sastra.

Aku dan Dina yang diwisuda bersama angkatan senior. Tunggu aku ya bu Doktor Dina.... aku akan menyusulmu someday

 

Angkatan kami menghasilkan 2 doktor, 1 master, pengusaha, pegawai kantor, dosen, guru dan ibu rumah tangga. Tapi kami tahu bahwa kami bisa menjadi sekarang ini karena telah melewati proses belajar dan belajar  selama 25 tahun. Dan tentunya tidak akan berhenti hanya di angka 25. Semoga….

Kata Windy, hampir semua sudah bercincin kawin 😀

 

Lima tahun yang lalu kami merayakan 20 tahun  “kebersamaan” dan berencana untuk membuat perayaan 25 thnya pada th 2011. Lewat fesbuk akhirnya ditentukan tanggal 24 Juli 2011, sehari sesudah aku mendarat di Jakarta. Reuni 25 th ini juga yang menjadi “main event” acara mudikku tahun ini.

Sebetulnya ingin sekali pergi menginap bersama semisal di Bogor atau Puncak. Tapi karena  status kami  bukan lagi mahasiswa yang bebas untuk menginap lagi karena “buntut”nya sudah banyak, belum lagi ada beberapa orang yang datang dari luar Jakarta, akhirnya diputuskan untuk makan siang di Talaga Sampireun, Bintaro.

ki-ka: Ira, Elvy, Abi, Nita, Rahma, Windy, aku, Yati, Tia bawah : Jenny Vitasari, Dina dan Susi

 

Restoran yang mengadopsi saung-saung di atas kolam ini seharusnya membuat suasana romantis. Tapi karena diadakan siang hari, juga banyaknya tamu yang datang (karena akhir pekan)  sampai harus dibagi per lot waktu sehingga mengurangi kesan relaksasi, apalagi romantis.

Makanan yang merupakan hasil laut memang enak meskipun tidak bisa dikatakan istimewa buatku. Mungkin karena aku memang tidak begitu antusias makan nasi. Tapi satu minuman yang kurasa unik dan enak adalah Es Sirsak Talaga Sampireun. Rasa sirsaknya memang agak kalah dengan bahan-bahan lain, tapi aku memang tidak begitu suka tekstur dan rasa sirsak 100%.

Gurame, Cumi dan Udang sebagian dari menu yang dipesan + Es Sirsak Talaga Sampireun

 

Jadi kalau mau mengadakan reuni atau kumpul-kumpul memang tempat ini bagus, karena memang banyak orang yang bertujuan sama datang ke sini. Tapi bukan tempat yang romantis untuk berduaan seperti yang ditanyakan Putri Rizkia padaku. Jika hendak datang berombongan harus membuat reservasi dan membayar down payment terlebih dahulu. Untuk satu saung minimum paymentnya 600 ribu. Silakan dicoba!

 

 

KOLI

Menurut KBBI Daring  ko·li n satuan barang bagasi atau barang kiriman. Meskipun lazim dipakai di bandara, mungkin sedikit orang yang langsung mengerti apa yang dimaksud dengan koli. Kupikir memang lebih sering dipakai satuan “potong” atau “koper” saja untuk orang awam.

Sabtu pagi pukul 4 pagi akhirnya selesai juga aku packing 3 buah koper, besar dan kecil untuk kubawa ke Jakarta. Meskipun isinya kebanyakan pakaian, yang sebetulnya tidak terlalu berat, ada satu koper yang sampai 28 kg. Memang aku biasa pakai koper besar, karena aku lebih suka menyatukan barang daripada memakai beberapa koper yang kecil-kecil. Takut lupa intinya sih. (Ingat waktu saat kami pindahan dari London yang membawa 27 koper. Padahal sudah pakai kontainer juga hihihi)

Setelah beres-beres rumah, pukul 5 kami berangkat. Untung saja ke 3 koper itu bisa dimuat dalam bagasi mobil Jazz kami. Hebring juga deh Hondaku ini. Selama perjalanan yang lancar ke Narita, aku tidak tahu apa-apa lagi. Tidur terus selama perjalanan karena memang aku tidak tidur sama sekali. Akhirnya kami sampai di counter check in pesawat ANA pukul 7 pagi teng!

Antrian tidak panjang, kami dilayani seorang gadis manis yang menyapaku dengan bahasa Jepang. Kami memang baru kali ini memakai ANA ke Jakarta. Waktu Kai masih bayi, aku memakai SQ yang terkenal dengan Family Servicenya yang bernama MASS, yang pernah kutulis di “Untung ada mas”. Atau memilih penerbangan dengan JAL, yang langsung Tokyo – Jakarta (waktu itu GA tidak ada penerbangan langsung Tokyo -Jkt, harus transit di Bali. Daripada transit di Bali, aku lebih suka transit di Singapore). Atau tahun kemarin aku pakai Cathay Pasific karena memang mau mampir ke Hongkong tempat adikku, Kimiyo. Nah, tahun ini aku senang sekali karena ANA membuka jalur penerbangan langsung Tokyo – Jakarta, dan harganya murah dibandingkan dengan penerbangan langsung lainnya dari maskapai lain. Dan aku sudah beli tiket pulang itu sejak 22 Februari, sebelum Gempa terjadi.

Nah, yang aku tidak tahu adalah bahwa ANA memberlakukan sistem bagasi baru sejak April 2011 ini. Yaitu seorang penumpang boleh membawa 2 koli (2 potong) koper yang maximum beratnya 23 kg. Jadi koperku yang seberat 28 kg itu kena denda (karena masih kurang dari 32 kg) 3000 yen. Daipada aku musti pindahin 5 kg ke koper lain, ya mending aku bayar saja deh. Tapi sebagai pelajaran nanti jika pulang untuk menimbang satu koper tidak lebih dari 23 kg. Dan sebetulnya kebijakan ANA ini menguntungkan penumpang, karena yang dulunya seorang cuma bisa membawa 20 kg, menjadi 46 kg! Hebat ah… Tapi secara sekilas aku membaca dari penjelasan si nona manis itu, yaitu pihak ANA juga beruntung dengan sistem baru ini. Yaitu mereka juga menyediakan service “tebura” pelayanan pengambilan koper (tentu berbayar) dari rumah yang akan langsung cek in ke pesawat, tanpa kita perlu mendorong atau memuat koper sampai Narita sendiri (dulu waktu pakai JAL dan bawa bayi aku pakai service ini). Nah kalau 2 koper setiap orang kan juga menguntungkan pihak maskapai … ho ho. mutualisma ya.

Jadi kalau aku akan memakai layanan ANA seterusnya, aku harus membeli beberapa koper yang berukuran sedang. Koper besar itu sulit dipakai kalau mau memenuhi max 23 kg. Manusia kan cenderung memenuhi semua space yang ada (maklum emak-emak ngga mau rugi hahaha). Jadi bisa bayangkan nanti kalau kami pulang, kami bisa membawa 8 koli dengan berat 160 kg lebih! Kayaknya musti sewa truk untuk bawa ke bandara/rumah deh hahaha.

Urusan imigrasi lancar. Sambil menghapus airmata, Riku masih memaksaku untuk menelepon papanya sebelum boarding. Dia sejak 2 hari lalu menangis terus setiap mengingat bahwa papanya tinggal sendirian di Tokyo selama 3 minggu, sebelum menyusul kami. Ah, anakku ini memang perasa sekali (seperti mamanya …cihuyyy). Perjalanan selama 7 jam kami lewati dengan tidur. Sayangnya karena sebelum naik pesawat kami sarapan dulu, jadi kami nyaris tidak menyentuh makanan yang disediakan pramugarinya. Padahal rasanya lumayan lah.

Kami mendarat pukul 2:45 dan menyelesaikan urusan visa on arrival cukup makan waktu. Cuma kali ini aku merasa cukup bisa bersabar karena setelah menyelesaikan V.O.A ini, kami tidak perlu lagi antri di imigrasi. Nah, gitu dong. (Meskipun akhirnya tetap harus antri, untuk penyelesaian imigrasi aku)

Aku menggunakan jasa porter no 98 untuk membawakan 3 koper dengan trolley. Riku selalu suka naik ke atas koper-koper di trolley itu. Dan memang hanya di Jakarta saja dia bisa begitu. Kalau di Tokyo sudah pasti dilarang petugas. Kalau Jakarta kan semua cara dan keinginan dihalalkan 😀

Tapi aku beruntung mendapatkan porter yang baik. Karena sebetulnya begitu kami keluar pintu arrival, kami tidak melihat satupun anggota keluarga yang menjemput. Nah loh, gimana nih. Ngga lupa kan???? Saat itu si Bapak 98 menawarkan HP nya untuk menelepon. Waaah baik amat si Bapak. Jadi setelah mencari catatan nomor-nomor telepon aku pakai HP nya untuk menanyakan posisi penjemput. Si Bapak ini juga yang menyarankan supaya kami menunggu di depan Hok-ben karena tempatnya mudah terlihat. Dia juga ikut membantu menjaga anak-anak, sekaligus memperhatikan Kai yang lari-lari ke sana kemari. Duuuh ini anak bungsuku pecicilan banget deh. Jadi aku senang si Bapak ikut membantu memperhatikan anak-anak sementara aku repot menghubungi sana -sini. Dan akhirnya tak lama aku melihat adikku Andy, datang menghampiri kami. Si Bapak ikut membawa trolley sampai lapangan parkir tempat mobil diparkir. Terima kasih ya pak, untuk bantuannya, juga untuk pulsanya.

Yang aku dari dulu ingin tahu, porter begitu satu kolinya diberi berapa rupiah ya?

Well,  I’m hoooooome!

Masih Musim Panas?

Ya, kalimat itu yang kami ucapkan mulai hari Kamis yang lalu. Setelah badai No 6 menerjang Kanto (ekornya), rasanya temperatur udara semakin menurun. Aku sempat menarik selimut rapat-rapat Jumat dini hari.

Pagi bangun aku langsung memeriksa test-test mahasiswa Univ S. Ya hari ini aku akan memberikan test kepada mereka, dan langsung menyerahkan hasilnya. Dan aku harus menuliskan formula penilaian. Kehadiran sekian persen, test kecil/harian sekian persen, dan test akhir sekian persen. Untuk kelas menengah aku memeriksa tugas karangan mereka dan merasa puas dengan tulisan mereka. Mungkin bisa juga aku membuat blog khusus karya mereka ya….

Hari Jumat ini Gen ambil libur. Karena aku mengajar dari pagi sampai sore, jadi perlu menjaga anak-anak. Sekaligus membawa mobil kami untuk service 6 bulanan. Aku sempat di antar ke stasiun terdekat untuk pergi ke universitas. Setelah kuliah selesai, aku menuju kantor akademik untuk menyerahkan nilai. Nah waktu itu ada beberapa hal yang menarik:

Sambil jalan aku melihat seorang mahasiswi yang memakai rok lebar tapi pendek dan mencangklong tas di sebelah kanannya. Nah, dia tidak tahu bahwa roknya itu terangkat oleh tasnya, sehingga terlihatlah pahanya yang putih. Memang agak eskstrim juga sih model rok di musim panas ini. Di satu pihak ada yang benar-benar pendek, tapi ada juga yang panjang melebar. Rok panjang ini biasanya terbuat dari bahan tipis, paling banyak motif kain India. Aku juga suka pakai rok lebar panjang ini. Tapi sebetulnya kita, para wanita harus berhati-hati memakainya. Selain kasus rok itu terangkat di bagian belakang tanpa terasa (makanya kalau ke WC sesudah keluar harap memastikan bagian belakang sama panjangnya :D), ada lagi kasus rok itu terinjak diri sendiri, terutama di tangga. Sering deh kalau itu, sehingga kalau naik turun tangga aku selalu “mengumpulkan” rok itu jangan sampai terinjak. Selain terinjak, amat tidak aku sarankan memakai rok macam itu dan naik sepeda. Karena aku sendiri pernah mengalami rokku melilit masuk jeruji sepeda. Untung langsung ketahuan, dan aku tarik rok itu (robek sedikit), tapi kalau tidak langsung ketahuan kan berbahaya sekali.

Masih berjalan ke arah kantor akademik, aku juga mendengar suatu yang aneh. Ya! Suara cicadas, atau bahasa Jepangnya semi. Semi ini bisa ribut sekali. Tapi baru kali tadi aku mendengarnya. Memang temperatur udara saat itu sekitar 28 derajat. Dan aku teringat perkataan seorang supir taksi, “Ibu tahu, akhir-akhir ini Tokyo panasnya keterlaluan kan? Sampai 38 derajat. Nah itu juga berpengaruh pada semi-semi ini. Katanya semi-semi ini juga akan berbunyi pada suhu 30 derajat. Kalau terlalu panas, si semi juga kepanasan dan tidak berbunyi…. naruhodo. Si semi juga cari AC rupanya 😀

Sesampainya aku di gedung NO 2, tempat kantor akademik semestinya berada, aku hanya bisa bengong. LOH …satu gedung itu kosong! Ya ampun…pindah kemana ya? Rupanya Gempa Tohoku bulan Maret lalu menyebabkan gedung no 2 dan 3 retak dan rusak sehingga berbahaya untuk dipakai. Jadi diperbaiki, dan kantor akademis itu pindah. Dan kalian tahu, kantor itu pindah ke mana? Gedung no 10, tempat aku mengajar tadi. HADUH! Mesti jalan jauh lagi kembali ke Gedung no 10. Sambil senyum-senyum jengkel aku berjalan kembali deh ke Gedung no 10 deh.

Beres urusan aku pulang lewat Kichijoji, karena aku masih mau mencari titipan temanku Setyawan, yaitu Momo Manju. Manju atau kue mochi berbentuk momo ini sulit sekali dicari. Tidak dijual di toko wagashi (toko kue Jepang), karena sebetulnya merupakan kue khas daerah Koshu, prefektur Yamanashi. Setelah ubek-ubek beberapa toko, aku disarankan untuk mencari di Tokyu Departement Store. Baik sekali deh pegawai-pegawai toko di sana, sampai ikut mencari-cari. Mana ada pegawai toko di Indonesia yang mau ngoyo mencarikan barang yang dicari di TOKO LAIN? Dan benar setelah pergi ke Tokyu Dept Store itu, aku menemukan kue ini. Beginilah penampakannya:

Bentuk kue ini benar-benar mirip momo (peach) kan? Duh susahnya cari kamu! Semoga aku bisa menyampaikan kue ini langsung kepada temanku, hari Minggu besok di Jakarta.

Mudikku kali ini benar-benar tanpa membawa oleh-oleh. Tidak seperti biasanya aku sudah stock barang sejak lama. Temperatur yang mendadak panas juga membuat aku malas pergi berbelanja. Persis mau pergi berbelanja eeeehhh badai datang! hehehe, makanya jangan menunda-nunda yah imelda **mengingatkan diri sendiri**. Biarlah aku bawa oleh-oleh besar dan berat untuk keluarga dan teman-teman tersayang, yaitu: diriku sendiri…. cieh…. cuih…. gubrak!

 

 

5 Jam

Ya, aku mau cerita tentang 5 jam yang dilalui kemarin, hari Kamis 21 Juli. (Pas tulis sudah Jumat jam 00:30 sih hehehe)

Jadi ceritanya, Riku dan Kai mulai hari Kamis kemarin ini sudah libur musim panas. Memang untuk Riku ada kelas berenang (kalau mau) dan Kai ada kelas bermain (kalau mau). Masalahnya aku harus mengajar, jadi tidak bisa antar-jemput. Jadi aku minta mereka berdua di rumah.

Seperti yang telah aku tulis di posting lalu, aku ragu untuk meninggalkan ke dua anak ini sendirian di rumah. Tapi apa boleh buat. Aku sudah tanya apakah ibunya Gen bisa menjaga, sehingga kalau perlu sejak Rabu malam aku sudah menitipkan anak-anak di Yokohama, dan menginap di sana. Tapi kebetulan sekali ibu mertuaku itu juga ada acara yang sudah dibooking sejak lama. Mau tanya teman lain…. ragu juga, karena di sini tidak ada yang gratis. Minimum aku harus memberikan honor per jam hmmm let say 800 yen. Nah kalau aku pergi 5 jam…. hihihi dikalikan saja sendiri. Lagipula rumahku berantakan sekali deh dengan 3 koper di kamar tamu. Belum lagi lego berserakan di mana-mana. Tidak …sangat tidak pantas mendatangkan orang lain ke rumahku saat ini.

Aku akhirnya pergi jam 12 siang. Kelas pagi sudah aku beri tugas, dan memang pesertanya sedikit. Jadi selama ini mereka sudah bekerja keras menerjemahkan bacaan-bacaan yang aku berikan. Aku kembali pukul 5 sore teng!

Apa yang terjadi selama 5 jam?

Well, sekitar pukul 2:28 persis aku menjawab pertanyaan murid setelah kelas selesai. HP ku bergetar. Hmmm harus kuangkat karena aku takut kalau ada apa-apa di rumah.

“Mama… Kai nakal…..Dia masukkan tissue yang tadi pagi kami buat ke dalam WC. Dia bilang dia tidak perlu lagi bolanya jadi dia buang dalam WC”
“Lalu bagaimana? banjir?”
“Ngga ma. Aku ambil tissue itu jadi ngga tumpah airnya”…. aduuuh jangan sampai banjir deh.

Memang paginya aku sempat marah karena tissue satu kotak habis dibuat bola. Tissue dibasahkan sampai menjadi sebesar bola tenis. Aduuuuh…
“Kenapa sih buat bola dari tissue?”
“Abis Kai minta buatin….”kata Riku
“Duh kalian itu. Tissue mahal! Kenapa buang-buang sih? Nanti mama tidak beli tissue lagi loh”
tapi karena aku juga sibuk menyiapkan pelajaran, lagipula nasi sudah menjadi bubur…eh tissue sudah menjadi bola…. jadi aku tidak perhatikan lagi.
Jadi rupanya Kai itu tahunya tissue basah harus masuk WC (dia baru sebulan ini bisa B.A.B sendiri sampai c*bok tanpa bantuan). Jadi deh dia masukkan bola tenis tissue itu. Jelas waktu diflush, airnya naik dong. Riku lihat dan marah-marahin Kai. Tapi dia pintar, dia ambil bola tenis itu.
“Kamu ambil pakai apa?”
“Aku ambil pakai tangan”
“Hebat! Riku pintar. Biasanya orang tidak mau masukkan tangan dalam WC. Tapi Riku bertanggung jawab musti jaga adik kan. Jadi Riku ambil. Itu hebat Riku.  Terima kasih ya. Kalau Riku tidak ambil bisa banjir dan tetangga di bawah kita marah-marah”

Jadi sebelum aku pulang, aku belanja dan membelikan mereka es krim sebagai reward deh. Karena belanjaan ku banyak (dan berat) aku pulang naik taxi dari stasiun terdekat. Persis sampai depan apartemen dan mau bayar, HP ku bergetar lagi. Tapi kupikir biarkan saja, toh aku sudah sampai. Jadi aku naik ke lantai 4, dan …di depan pintu lift kedua anakku sudah menyambutku.
“Loh kok kalian di luar?”
“Iya kan sudah jam 5, jadi mama pasti pulang”
“Iya, sudah cepat masuk. Dan kenapa itu Kai tidak pakai celana?”
“Kai barusan aja p*p*p ma…dan dia bersihkan semua sendiri loh. Aku ngga bantu”
“Iya mama tahu, Kai kan memang sudah bisa sendiri. TAPI JANGAN keluar rumah telanjang gitu dong! Nanti c*nc*n nya digigit nyamuk loh…” hahaha

aduuuuuh aku menggiring dua anak lakiku masuk rumah dan mendapati rumah seperti kapal pecah. Udah ah… tutup mata.
“Mama….mama beli es krim ngga?”
“Ada tuh… makan aja”
“Makasih ya mama….”

5 Jam yang menegangkan untukku, tapi 5 jam yang menyenangkan bagi mereka. Yaritai houdai… bisa berbuat apa saja. Untung saja tidak banjir hihihi.

(Malamnya aku pikir…hmmm kalau anak-anak sudah mulai bisa ditinggal sendiri…aku bisa kerja full lagi deh 😀 …. maunya…)

 

Gubahanku 2

Ini sebetulnya tulisan sebelum “Mengalahkan, Mengalah dan Kalah” (terbit Rabu pagi), persis aku tulis hari Selasa Sore, sebelum pindahan server. Nah, yang lucunya, postingan ini timbul tenggelam di browserku (pakai Firefox, IE dan Opera). Kadang muncul, kadang tidak. Tapi notification bahwa ada yang komentar masuk terus, dan sekarang sudah ada kurang lebih 10 komentar di postingan itu. Tapi aku tak bisa lihat apa-apa hihihi (Sampai Kamis pagi ini urutan postingnya : “And You Were Born”, langsung “Mengalahkan, Mengalah dan Kalah”). Sepertinya memang harus menunggu sampai 3 hari sampai ISP aku bisa membaca semuanya. Jadi sambil menunggu (kalau akhirnya muncul, tak apalah ada dua yang sama), aku re-post kembali postingan itu yah. Thanks to Ata-chan yang meng-copy kan isi posting itu dari komputernya (Ata chan waktu itu tidak bisa baca yang “Mengalahkan, Mengalah dan Kalah”….semoga sekarang bisa :D)

*********************************

Tahu pasti dong, sebuah lagu yang berjudul Gubahanku. Lagu ciptaan Gatot Sunyoto yang dipopulerkan Broery Marantika ini kata Jeunglala adalah  lagu kesukaan alm. bapaknya. Keren memang lagunya ya. Kali ini aku ingin menulis tentang lagu di keluarga deMiyashita.

Bukan, kami bukan keluarga pemusik. Satu-satunya anggota keluarga besar Coutrier – Miyashita yang ber-seni (musik) hanya tante Titin, adikku yang bisa main apa saja :D. Dari suling, harmonika sampai gitar dan piano. Tapi judulnya “bisa” loh, bukan “pandai”. (Pas menulis ini aku baru ingat bahwa Opa Johannes Mutter — opa dari mamaku– pandai bermain biola dan Oma Julia Keppel — oma dari mamaku– bermain piano) Aku mentok-mentok bisa menyanyi saja. Gen? Waktu masih kuliah, dia paling malas diajak karaoke, padahal suaranya lumayan bagus loh. Katanya, dia hanya bisa lagu-lagu tertentu saja.

Riku dan Kai bisa menyanyi. Tidak ONCHI おんち音痴 atau fals. Tapi dibandingkan Riku memang Kai yang lebih sering menyanyi, tanpa disuruh. Aku ingat di usia belum satu tahun Kai sudah menggumam ikut aku menyanyikan lagu Somewhere Out There.  Sambil menonton televisi sekarang pun dia suka ikut bernyanyi, apa saja. Kalau Riku masih milih-milih lagu dan “malu” untuk menyanyi waktu ada aku.

Nah, Kai ini paling sering menyanyikan lagu ABC. Pasti teman-teman tahu dong, yang lagunya A, B, C, D, E, F, G…. dst. Nah yang paling sulit adalah bagian : L M N O P … ntah kenapa Riku juga tidak bisa nyanyi dengan benar, dna mungkin banyak temannya yang begitu. Sehingga dengan semena-mena mereka mengganti EL EM EN O PI menjadi ERO ME RO DI.…. (hush mana ada sih melody yang eros?) hahaha.

And frankly speaking, aku memang sering dicap sebagai PENGUBAH lagu. Sering aku tidak hafal liriknya sehingga asal saja membuat lirik baru untuk bagian lagu yang aku tidak tahu. Pernah suatu kali aku ditertawakan teman waktu menyanyikan lagunya Tokunaga Hideaki yang berjudul LOVE IS ALL. Lirik pertamanya : Motto namidaga afuretemo…. karena afureru itu artinya penuh, kuganti saja dengan koboretemo hahaha (koboretemo = tumpah).

Ada satu lagi yang baru-baru terjadi di kelas bahasa Indonesia. Aku mau menceritakan bahwa lagu anak-anak Jepang yang kaya. Dan aku menyebutkan “Kambing Biru Aoyagi” padahal dalam lagu “Kambing POS” yang ada hanya kambing putih dan kambing hitam. Kok bisa jadi Kambing Biru ya? aku sendiri jadi bingung. Mungkin karena ada orang yang bernama Aoyagi san ya? hehehe

Jadi tidak heran kan kalau Kai adalah PENGUBAH lagu bukan PENGGUBAH lagu hihihi, wong mamanya aja begitu sih.

Teman-teman pernah jadi pengubah lagu? 😀

*********************************************

tambahan:

Ssst aku pernah kaget loh, dalam misa bahasa Jepang di sini, mereka menyanyikan lagu dalam pernikahan yang di misa Indonesia adalah lagu kematian. Tentu saja kata-katanya lain. Tapi aku cukup kaget. Ntah yang salah yang mana, lagu bahasa Indonesia atau lagu bahasa Jepangnya hehehe. Melodinya boleh saja dipakai, tapi mungkin kita perlu mengetahui aslinya lagu itu sedih atau gembira ya.

Seperti lagu “Ue wo Muite Arukoo” yang dijadikan judul “Sukiyaki” sebetulnya bukanlah lagu gembira. Tapi dijadikan lagu gembira dengan tempo yang dipercepat, ntah oleh siapa…. hehehe.

Satu lagi, lagu Bengawan Solo yang mestinya menceritakan soal sungai Solo, di Jepang ada yang mengatakan bahwa lagu itu menceritakan soal BUNGA. Yah memang maklum saja karena pengucapan BE-ngawan sulit, diucap menjadi BU-nga wan deh. Hayoooo ngaku, siapa yang merasa Bunga (dari) Solo? hehehe

Mengalahkan, Mengalah dan Kalah

Dalam beberapa hari ini memang kata-kata itu yang menjadi topik di sini.

Mengalahkan….. Tim Nadeshiko, sepak bola wanita Jepang berhasil mengalahkan tim USA dengan PK atau tendangan penalti.  Karena tayang dini hari, aku tetap tidur, tapi Gen bangun dan menontonnya. Dan aku terbangun hanya sempat melihat upacara penyerahan piala. Aduh…. aku merinding menontonnya. Semangat mereka itu loh seakan menyebar ke seluruh Jepang untuk bangkit dari keterpurukan akibat Gempa Tohoku. Luar biasa!

Mengalah…. Riku sedang belajar mengalah pada Kai, adiknya. Aku yang juga anak pertama selalu mengimbau Riku untuk mengalah pada adiknya. Alasanku, Kai belum mengerti bahwa dia harus mengekang diri. Jadi smabil mengalah, ajarlah pada Kai untuk tidak melakukan hal itu. Sulit memang. Aku sendiri tidak suka jika anak sulung harus mengalah terus. Jadi kalau aku lihat Kai yang benar salah, biasanya aku turun tangan. Wah ramai deh pokoknya kandang kelinciku ini kalau mereka berdua sudah berantem. Makanya aku agak khawatir harus meninggalkan mereka berdua besok di rumah. Terpaksa, karena mereka berdua sudah masuk libur musim panas, sedangkan mamanya belum. Masih harus bekerja 😦 Berdoa yang kencang saja supaya besok tidak terjadi apa-apa. Kalau Riku sendiri rusuban 留守番 (jaga rumah) memang sudah beberapa kali dan bisa (keenakan malah bisa main, nonton TV dan makan snack 😀 ). Di Jepang tidak ada peraturan yang mengharuskan anak-anak tidak boleh ditinggal sendiri seperti di Amerika. So, wish me luck ya.

Kalah….  adalah kami, penduduk Tokyo. Kami kalah dengan cuaca yang tidak bersahabat. Sejak kemarin Badai no 6 mendekati kepulauan Jepang. Pagi hujan disertai angin kencang. Terpaksa aku biarkan Kai di rumah, karena dia sudah mengeluh sakit tenggorokan terus sejak Minggu (tapi mana mau dia minum obat). Riku tetap ke sekolah sendiri, karena tidak ada telepon dari sekolah lewat “hubungan hantu ke hantu” bahwa sekolah diliburkan. Tapi memang waktu aku telepon ke TK nya Kai, kepala sekolahnya mengatakan bahwa acara “Yuzumi Kai” semacam festival musim panas di TK nya yang rencananya akan di adakan Rabu ini dibatalkan. Lalu Riku pulang membawa pemberitahuan bahwa jika badai bertambah parah, maka ada kemungkinan:
1. Sekolah dimulai lebih lambat (menunggu badai lewat)
2. Sekolah selesai lebih cepat
3. Sekolah libur sama sekali….
dan keputusan ini aan disebarkan pukul 6:45 pagi lewat “hubungan hantu ke hantu” itu. Susah memang kalau ALAM sudah berbicara, kita harus menaati kehendakNYA. Padahal Rabu ini adalah hari terakhir sekolah, sehingga pasti repot sekali jika diharuskan libur. Karena itu kami KALAH oleh alam kali ini.

Tapi tentu saja semangat untuk ngeblog tidak boleh kalah ya. Twilight Express pernah “mati” dua hari karena disuspend server (biasalah, alasannya terlalu banyak pengunjung….hiks) sehingga aku terpaksa kukut-kukut pindahan server yang lebih besar lagi. Hari ini sudah pakai server baru, semoga lebih mudah diakses teman-teman di Indonesia karena servernya di Indonesia. Terima kasih untuk kesetiaan teman-teman terhadap TE yang sampai menghubungiku begitu TE tidak bisa diakses. Arigatou Gozaimasu.

So selamat hari Rabu….

And You Were Born

“Mama kenapa itu perut mama? ” kata Kai sambil menunjuk jahitan bekas operasi di perutku.

Kami berdua sedang tidur-tiduran di tempat tidur. Capek setelah bekerja, dan kadang aku bermain dengan mengangkat Kai dengan kakiku sehingga dia bisa bermain “kapal terbang”. Tapi sekarang dia juga mulai berat sehingga bermain begitu bisa menimbulkan sakit punggung.

“Ini? Kai keluar dari sini loh!

“Heh??? ”

“Iya. Kai masih sekecil ini. Kai sudah mau cepat-cepat lahir, padahal belum waktunya. Jadi dokter keluarin Kai dari perut mama lewat sini. Dokter gunting perut mama, dan ambil Kai. ”

“Hiii sakit kan?”

“Waktu digunting ngga sakit karena dokter suntik obat supaya mama bisa tidur. Waktu mama bangun ya sakit sedikit (banyak sih sebetulnya), tapi bisa ketemu Kai. Mama senang sekali bertemu Kai.”

“Honto? Kai juga senang ketemu mama” dan dia memelukku.

“Iya Kai… mama juga sayang Kai. Kai keciiiil sekali waktu itu. Sekarang sudah besar. Kai musti tinggal di RS selama 1 bulan”

……dan dengan terpaksa (karena masih mau leyeh-leyeh) aku bangun mengajak Kai melihat foto-foto waktu dia lahir.

Lahir dalam usia kandungan 32 minggu, berat 1933 gram. Satu bulan harus hidup di inkubator.

Lahir prematur membuatku sedikit risau tentang kesehatannya, tapi syukur pada Tuhan bahwa sampai hari ini Kai tidak pernah sakit berat. Dan tidak pernah minum obat. Dia paling susah untuk diberi obat, karena tahu rasanya beda.

Belum satu tahun

Meskipun tidak dapat ASI (karena tidak keluar), daya tahan tubuhnya kuat dan cukup gemuk untuk usianya.

Setelah usia 1 tahun juga mesti setiap hari ke Penitipan Himawari, karena mama bekerja setiap hari Kamis dan Jumat. Berlainan dengan kakaknya, Kai cukup senang pergi ke penitipan setiap harinya, sehingga memudahkan aku yang mengantarnya.

Ulang tahun ke dua, ke tiga dilalui dan hari ini Kai berulang tahun yang ke 4. Dan untuk ulang tahun kali ini dia minta dibuatkan kue berbentuk mobil patroli polisi. Karena udara panas setiap hari, aku malas sekali membuat kue. Tapi rasanya kasihan juga jika bangun pagi di hari ulang tahunnya lalu tidak ada “kejutan”. Jadi deh aku buat kue sejak pukul 6 pagi dan selesai pukul 8 pagi, termasuk membeli whipping cream dan coklat-coklat untuk hiasan. Sepanjang pagi dia bernyanyi terus “Happy birthday Kai… Happy Birthday Kai…” geli rasanya mendengarnya.

Kai dengan kue ultah buatan mama. Permintaan khusus: mobil patroli polisi!

Happy Birthday dear Kai,

Tadinya mama anggap kamu berbeda dengan mama. Lebih mirip ke papa, tapi ternyata mama semakin melihat “ketelitian” dan “kecerewetan” kamu mendekati mama. Mama senang setiap Kai membantu mama menyediakan sumpit dan piring-piring. Atau membuang sampah dan mematikan semua lampu/listrik yang terpakai, padahal bukan Kai yang pakai listriknya. Mama juga senang setiap kamu mengatakan, “Ayo mama cepat! Nanti terlambat loh”, atau langsung mematikan TV begitu mama bilang “Ayo pergi!” atau “Ayo bobo”. Bahkan dengan “kurang ajar”nya kamu selalu memarahi Riku yang belum sikat gigi, atau nonton TV terus, atau belum mandi 😀 Duuuh Kai, kamu itu benar cerewet, tapi mama tahu kamu meniru mama, dan ingin juga turut berperan dalam kehidupan keluarga deMiyashita. Mama mengucapkan terima kasih. Dan satu lagi…. meskipun kamu sekarang sudah tidak mau mencium mama, dan tidak mau dicium mama (apalagi di tempat umum), mama tetap sayang kamu…. sampai kapanpun. Muach…muach ….. muach….

 

 

 

Shiran puri

bahasa Jepang dengan arti pura-pura tidak tahu. Setiap bertemu kata ini aku selalu ingat sebuah lagu anak-anak yang berjudul “Doushite shiran puri どうしてしらんぷり” yang diperkenalkan NHK dalam acara Okaasan to isshoni. Sayangnya tidak bisa ditonton di Youtube (hebat ya NHK soal hak cipta…dan tidak ada yang berani upload, karena takut didenda, atau langsung dihapus). Lucunya lagu ini menceritakan seekor Kaba (Kuda Nil) yang pura-pura tidak tahu waktu diajak main dengan teman-temannya. Cuek gitu loh. Padahal ternyata di dalam mulutnya Kaba ada anak-anak burung yang baru menetas. Makanya dia pura-pura tidak tahu, untuk menjaga si piyik-piyik ini.

Yang aku pikir, kenapa shiran purinya dihubungkan pada Kaba, bukan pada SAI (badak) jadi pas deh dengan (manusia) muka badak yang selalu pura-pura tidak tahu pada suatu kejadian.

Ya di sekitar stasiun banyak ditemukan kalimat memakai shiran puri ini. 自転車置き去り知らんぷり。Jitensha okisari shiranpuri. Pengguna sepeda yang memarkirkan sepeda begitu saja, hingga menutup jalan pejalan kaki. Mereka tidak (mau) memarkirkan sepedanya di tempat parkir sepeda karena (1) jauh dari stasiun (2) musti bayar 100 yen (3) tempat parkir sudah penuh.

Pada waktu-waktu tertentu petugas pemda akan menertibkan sepeda-sepeda si “shiran puri” ini dengan mengangkutnya memakai truk untuk ditaruh di pool sepeda. Untuk mengambil sepeda itu kembali harus membayar 4000 yen (400.000 rupiah) dan untuk sepeda motor 7000 yen. Aku sendiri pernah mengalami tapi bukan karena parkir di sekitar stasiun, tapi parkir di parkiran bayar tapi melebihi waktu yang ditentukan…(ada sebulan lebih). Ya waktu itu aku keburu melahirkan Riku, dan lupa bahwa sepedanya masih di parkiran. Kalau dipikir aku dulu emang gila masih sepedaan meskipun sudah hamil gede hahaha. Sesudah melahirkan, aku yang mengambil sendiri ke pool itu dan membayar 2000 yen (dulu 2000 yen sekarang 4000). Waktu ada mama yang menunggu Riku baby, jadi sebelum sepedaku dihancurkan (ada batas waktu untuk ambil) aku cepat-cepat ke sana. Dan tentu saja akhirnya aku giring sepedanya pulang. Masih sakit euy untuk naik sepeda hahaha. (gila …gila…)

Nah, kemarin pas aku ke stasiun aku lihat lagi petugas penertiban dengan truknya. Yang keren, satu per satu sepeda yang diangkut dengan truk itu difoto oleh petugasnya pakai kamera digital. Keren! Kamera digital sudah begitu merakyat sehingga sampai dipakai oleh petugas penertiban. Yang aku duga, foto-foto itu akan dikirim ke pemilik. Mereka bisa tahu alamat pemilik dari no registrasi/asuransi yang terpasang di sepeda dengan membayar 500 yen. Atau bisa memasangnya di papan penguman/net bagi mereka yang tidak mengikuti asuransi, yang biasanya tidak ada. Dengan membayar 500 yen sepeda kita akan tercatat di kepolisian loh. Murah kan.

Ok deh, sekian dulu tulisanku yang dibuat buru-buru sambil bersiap pergi ngajar. Soalnya kalau tidak langsung tulis begitu, jadi malas dan tidak jadi-jadi update TE nya. Harus memaksa menulis!

Ayuk bersepeda lagi pergi kerja ya…. (dalam terik matahari yang membakar tubuh …. tambah item deh gue!)

(Maunya pasang foto petugas yang sedang menertibkan tapi aku sendiri tidak punya fotonya, jadi ngga usah ya 😀 )

heatwave dan heat attack

Ada yang (masih) kenal grup musik Heatwave? Sebuah grup asal London yang tenar dari sekitar tahun 1975-1984. Lagunya yang aku tahu dan suka hanya dua yaitu All I Am dan Dreaming You. Padahal kalau melihat daftar lagu hit grup ini di wikipedia, kedua lagu ini tidak termasuk dalam daftar hitsnya. Kedua lagu ini kukenal jaman aku SMP, dan aku ingat sekali karena aku belajar bahasa Inggris dengan lirik lagu ini.

Eh kok jadinya melantur ke lagu…. padahal aku hari ini ingin menulis tentang heatwave yang berarti gelombang panas dan heat attack.

Seorang teman blogger Tt menulis begini :

:: hari ini cape’ sekali. Mungkin karna semalam tidur jam 5 bangun jam 8, lalu aktivitas di luar sampai tengah hari dlm perut kosong dan cuaca puanass. Sampai kamar langsung makan, lalu mainan air. Tnyta panas ckp membuatku kebingungan. Buka jendela lebar2 dan buka pintu sedikit, pasang kipas angin, lalu tidur panjang. Bangun2 sdh senja. Terimakasih Tuhan, tdk panas lagi..

dan aku langsung mengatakan : Hati-hati Necchubyo (yang benarnya necchushou 熱中症) yang aku katakan seperti dehidrasi. Tapi ternyata kalau mencari di kamus bahasa Inggris, terjemahan yang paling pas adalah heat attack. Terutama untuk mereka yang baru datang dan mengalami musim panas di Jepang, harus berhati-hati dengan heat attack ini.

Kebetulan seminggu lalu aku mendapatkan peringatan dari universitas W, tempatku mengajar, yaitu tindakan apa yang harus diambil jika diantara murid ada yang terkena serangan heat attack ini. Lengkap dengan nomor telepon yang bisa dihubungi. Ah, memang universitas yang satu ini selalu cepat tanggap dan menyediakan informasi yang cepat dan tepat.

Heat attack bisa dibagi menjadi 3 stadium. Stadium 1 yang ringan, gejalanya pusing, goyah waktu berdiri seperti mau jatuh. Otot kejang (sakit), dan keringat keluar terus menerus meskipun sudah dilap. Penangannya: berikan air minum atau garam.

Stadium 2 menengah, gejalanya sakit kepala (seperti dipukul-pukul) , mual atau muntah serta badan lemas. Penangannya: kaki ditinggikan, beri air minum dan garam. Jika tidak bisa minum air atau garam, harap segera ke rumah sakit.

Stadium 3 parah, pingsan (tidak sadar), badan kejang-kejang, waktu dipanggil jawabannya aneh, tidak bisa berjalan atau berlari lurus, suhu tubuh tinggi. Penangannya: sambil kompres dengan air atau es di leher, ketiak, betis kaki dan tempat lain, panggil ambulans.

Jadi kami para dosen juga diharapkan melihat kondisi mahasiswa selama pelajaran. Memperbolehkan mereka minum dalam kelas, menegur mahasiswa yang terlihat payah, tetapi juga harus menjaga supaya temperatur AC tidak lebih dari 28 derajat karena mengikuti program penghematan listrik.

Memang musim panas di Jepang itu jahat. Kira-kira seminggu yang lalu, daerah rumahku (Nerima-ku) mencapai maksimum temperatur udara 38,1 derajat. Kemarin “hanya” 37 derajat saja. Dan musim hujan di Tokyo juga sudah dinyatakan berhenti. Ban temperatur itu bisa bergerak sampai 42 derajat!

Untuk menghindari heat attack ini, maka kami selalu disarankan memakai topi, baju yang tipis (tapi untuk menghindari UV pakai lengan panjang), kacamata hitam. Selain baju juga disarankan untuk minum sedikit-sedikit secara teratur meskipun tidak haus. Karena tidak dirasakan kandungan air dalam tubuh itu menguap dan kita akan kekurangan cairan. Waktu hari minggu Riku dan Gen pergi ke bukit untuk menangkap kupu-kupu, Gen sempat membawa bekal umeboshi dan garam untuk menghindari heat attack.

Dan benar juga bahwa musim panas begini membawa pergi nafsu makan pergi ntah kemana. Malas rasanya untuk makan nasi dan lauk yang berat-berat. Mungkin karena perut juga kenyang oleh air minum, rasanya ingin makan yang ringan seperti sandwich, soba dingin dan …sashimi. Tapi sashimi tentu saja harus berhati-hati makannya. Kalau makan di luar (sebagai bento) harus yakin bahwa ikan itu masih segar. Oh ya musim panas juga membuat para ibu bingung untuk menyiapkan makanan bento, harus yang tahan lama tidak mudah basi. Believe it or not, aku pernah memasak soto ayam dan meninggalkan soto ayam satu panci di luar lebih dari 3 jam. Alhasil: satu panci busuk dan dibuang deh. Segitu jahatnya kelembaban musim panas di Jepang.

Semoga teman-teman tidak ada yang terkena heat attack, atau…sakit perut karena diare. Kai mulai besok sudah tidak perlu membawa bento karena pulang jam 11:30, jadi membuatku lebih santai dan tidak senewen. Libur musim panas juga sudah di ambang pintu. Tak sabar rasanya untuk beristirahat (dan lari dari musim panas di Jepang hihihi).

Takut Kehilanganmu

Ada sebuah percakapan antara aku dan temanku:

Aku :  Kamu suka Naruto?
Dia  : Suka banget…..
Aku : Sasuke?
Dia  : Nggak, aku suka Naruto karena mirip dengan sifatku.
Aku : hahaha… dasar kucing…. eh, kamu suka kucing? atau anjing?
Dia  : Aku suka dua-duanya. Tapi tidak bisa pelihara di rumah karena jarang di rumah sih.
Aku : Ntah ya, aku tidak suka kucing. Jadi kadang-kadang aku bisa berubah tidak suka orang kalau dia suka kucing.
Dia :  Syukurlah. Aku suka tapi tidak punya. **ngeles takut kehilangan**

dan kami tertawa. Lah kok bisa tidak suka pada seseorang hanya karena dia suka binatang tertentu atau barang tertentu. Hmmm tapi ya buktinya aku cukup sering tidak suka mereka yang suka kucing loh. Mungkin aku tidak suka sifatnya yang lain, tapi karena kebetulan dia suka kucing, si kucing lalu menjadi scape goat kambing hitam… (Lah kucing kok menjadi kambing, dasar imelda aneh hihihi)

Sebetulnya yang ingin aku tuliskan di sini adalah sebuah berita yang membuatku teringat masa lalu. Yaitu bahwa Sony mengumumkan menghentikan produksi MD player (Mini Disc Player), menyusul penghentian produksi Cassette Walkman Player yang sudah distop tahun lalu. Sekali lagi aku harus mengucapkan sayonara seperti floppy disc yang aku tulis di sini. MD player ini mungkin tidak begitu populer di Indonesia, tapi sempat booming di Jepang.

Yang dihentikan produksinya dari SONY

MD walkman ini mulai dijual tahun 1992, dan sampai Maret tahun ini sudah terjual sebanyak 22juta unit. Dibandingkan dengan Cassette Walkman dan CD Walkman, bentuknya lebih kecil dan compact,  sehingga menjadikannya populer. Lagipula MD adalah audio digital sehingga kualitas suaranya lebih tinggi daripada kaset.

Seperti sudah aku tulis di about me atau di sini, dulu (tahun 1997) aku pernah bekerja sebagai DJ Radio yang mengisi program musik Indonesia selama satu jam seminggu. Dan untuk memutar lagu-lagu Indonesia, aku hanya bisa mengandalkan CD saja (digital), karena suara yang berasal dari kaset tidak layak diputar. Padahal untuk lagu-lagu lama Indonesia dan lagu dangdut waktu itu kebanyakan masih berupa kaset. Kalau penyanyinya populer seperti Nike Ardilla, ok deh masih banyak album compilasinya, tapi untuk penyanyi yang belum mempunyai pendengar sebanyak Nike, masih merilis album dalam bentuk kaset saja. Nah, untuk mengatasi masalah kurang lagu ini, aku membeli kaset, begitu dibuka plastiknya , langsung aku pindahkan ke dalam MD. Jadilah lagu dalam bentuk digital meskipun mono dan mutu suaranya rendah.

MD pindahan dari kaset lagu, dan copy program acara Gita Indonesia

Satu kaset menjadi satu MD, dan aku harus meluangkan waktu ekstra juga untuk memotong-motong lagu dari in awal lagu sampai out nya. Kalau ada waktu senggang aku juga mencatat intro musiknya berapa detik, dan panjang lagu berapa menit. Aku scan cover kasetnya, dan tempel di MD untuk memudahkan. Meskipun kebanyakan kaset yang aku punya sudah aku pindahkan ke MD, masih ada berkotak kaset yang belum sempat aku pindahkan (terutama yang penyanyinya kurang populer, atau belum pernah ada yang request untuk diputarkan sampai acara itu selesai tahun 2001).

Selain memindahkan isi kaset ke MD, kalau aku mau mendengarkan CD di dalam kereta, aku tinggal memindahkan lagu-lagu yang kusuka dan membuat MD kompilasinya. Yah, sistemnya seperti iPod sekarang ini deh. Memang alasan Sony menghentikan produksi MD walkman ini sedikit banyak juga disebabkan oleh tersedia sarana audio digital yang lebih ringan lagi seperti iPod.

MD yang kupunya aku masukkan dalam kantong MD yang bisa memuat sekitar 25 lembar MD, dan kantong ini ada lebih dari 10 buah 🙂 Bisa bayangkan penuhnya rumahku kan? Baru MD saja loh. Tapi mau cari Lagunya Mel Shandy juga ada 😉

Waktu rekaman juga aku bisa membuat kumpulan lagu-lagu yang akan kuputar dalam 1 MD dan bergantian dengan CD dan DAD (Digital Audio Disc – program dalam komputer) memproduksi program satu jam acara yang kunamakan Gita Indonesia. Harus pintar-pintar mengatur sumber musik, karena aku memutar musik sambil bicara juga (one man studio – tanpa produser dan operator). Nah, program ini dimasukkan ke dalam DAT (Digital Audio Tape – Kaset Digital dan waktu aku mau beli playernya duuh mahal banget, sayang keluarkan uang untuk membelinya) untuk kemudian diserahkan pada Main Operator yang akan memutarkan pada jadwal pemutaran. Satu lagi fungsi MD di sini yaitu membuat backup program yang akan diputar, sehingga aku punya siaran setiap minggu langsung dari DAT (maklum jam programku itu hari Jumat dini hari, jadi aku tidak bisa terus bangun mendengar programku sendiri).

DAT berisi program acara, MD berisi copy nya

Waktu mendengar SONY menghentikan produksi MD walkman player ini, aku jadi teringat bahwa dulu aku sangat bergantung pada MD. Meskipun memang masih ada MD player yang menjadi satu dengan compo  (bukan portable) , aku bisa merasa bahwa MD tidak akan selanggeng kaset yang masih bisa dijumpai sampai sekarang. Suatu waktu aku tak lagi bisa mendengar suaraku sendiri dari MD…. mungkin sudah waktunya untuk memindahkannya dalam bentuk lain. MP3 paling bagus, tapi kendalanya adalah waktu. Memutar lagu atau siaran dari MD satu persatu dan memasukkannya dalam program di komputer…duh repot rek.

Well, memang kita harus selalu siap untuk kehilangan sesuatu ya 🙂

waktu masih berprofesi sebagai DJ Radio, 1996 - 2006