NARATOR
Sebagai narator, suara saya dapat di dengar antara lain di CD yang terdapat dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia sebagai berikut
1. Jisho nashi de Manaberu “Indonesiago no Saishoho”, Takai Kyoichi – SANSHUSHA
15 Desember 1994 ISBN4-384-01559-3 C1087 Price 3500 yen
Narrator : Imelda Coutrier – Agustinus Wahju Widjaja
2. Kousureba Hanaseru Indonesiago, Oogata Satomi — Asahi Shuppansha
31 Juli 1997 ISBN4-255-97021-1 C0087 2600 YEN
Narrator Harry Soeratin -Deddy Setya Yudha – Imelda Coutrier – Martina Coutrier
(di dalam CD ini Anda juga bisa mendengar suara saya menyanyi Bengawan Solo loh hehehe)
3. Hajimete miyou Indonesiago – Kisou Master & Kaiwa Lesson — Dominicus Bataone, Sanshuudo
1 Mei 1999 @3800 yen narrator : Imelda Coutrier and Pramoko
4. CD yang lain dari yang lain, yaitu CD cerita anak-anak.
Bentuknya mungkin bukan seperti yang dituliskan oleh Bang Hery tentang Talking Book. Ada buku cerita bergambar dan ada CDnya. Saya harus mengerjakan terjemahannya dan setelah itu mengerjakan narasinya. Dalam proses menerjemahkannya saya terbentur pada masalah-masalah yang cukup rumit yaitu onomatope. Dalam bahasa Jepang banyak sekali dipakai onomatope dan itu ada yang bisa dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, dan banyak yang tidak bisa dicari kata-kata yang persis untuk bahasa Indonesianya. Misalnya ini :
onna no ko ameno naka wo tattaka tattaka hashitteimasu.
anak perempuan berlari-lari dalam hujan.
tattaka tattaka ini menggambarkan suara anak berlari…. nah… bahasa Indonesianya? ceplak cepluk? atau kalau gendut mungkin debam debum? hihihihi. Dan suara seperti tattaka tattaka ini berbeda tergantung subyeknya… penguin pettan pettan.… duhhhhhhhhhh pusing!!!
Jadi saya harus mengabaikan onomatope seperti itu dalam menerjemahkan.
Selain faktor onomatope yang rumit dalam bahasa Jepang, saya mau memberikan pengakuan yang sebetulnya “memalukan”. Begini, …. dalam cerita ada bagian tentang “Mandi dengan Ayah”. Di Jepang, istilah bagian badan itu sama semua… baik untuk anak-anak laki-laki maupun pria dewasa mengacu pada kata yang sama, yaitu o-chinchin (pasti ada yang sudah pernah mendengar lagu anak-anak chinchin ponpon… nah itu adalah kelamin pria, hampir semua benda dalam bahasa jepang berawal o- yang menyatakan hormat/sopan. Jadi kalau mencari di kamus harus mencari di kata chinchin…. yang dalam bahasa Indonesianya mengacu ke “ring” — makanya dalam misa perkawinan pasangan campur harus menghindari pemakaian kalimat, “Terimalah cincin (RING). ini sebagai lambang cintaku padamu”)
Nah, masalahnya pada tahun 2002 itu saya belum chatting. Coba kalau saya sudah mulai chatting mungkin saya tidak akan membuat kesalahan ini. Saya bisa mengadakan survey/angket ttg kata yang satu ini. Ya, saya hanya mengacu pada kata k**** untuk menerjemahkan kata chinchin ini. Terus terang (phillips terang terus hihihi) saya TIDAK INGAT (kalo lupa ya lupa aja deh ) sama sekali bahwa ada kata t**** …. Dan waktu saya cari di kamus… kata t**** ini berasal dari bahasa Jakarta. Jadi belum tentu dipakai di daerah lain (KBBI: Jk n kemaluan anak laki-laki ). Jadi saya bingung waktu itu dan memutuskan memakai kata k**** itu. Ini benar-benar merupakan pengalaman bagi saya dan semakin sadar betapa pluralnya masyarakat indonesia.
Setelah melalui proses penerjemahan, masuk studio sekitar bulan November 2002 waktu saya sedang hamil Riku. Tentu saja dalam narasi bagian “Mandi dengan Ayah” itu saya harus menahan jangan sampai tertawa atau malu-malu sampai pengucapan tidak jelas hihihi.
Ohanashi ehon ini diterbitkan dalam 25 bahasa oleh Lembaga Pendidikan Shichida. Bagi yang berminat, saya rasa masih dijual di toko buku terkenal di Tokyo.
Scrapbook/Clippings:
Ini adalah dokumentasi hasil wawancara yang dimuat di media massa di Jepang. Silakan di klik untuk melihat lebih detilnya.

Tentang Pemilu - Daily Yomiuri

Kolom HITO (Person) dalam harian Asahi