Memutuskan Hubungan

Kemarin seniorku di Sastra Jepang menulis begini, “Kalau kita diboongin oleh orang yang kita sudah percaya, enaknya diapain ya?”. Lalu aku tulis, “putuskan hubungan”. Ya, memutuskan hubungan sebagai sahabat dan mengganti bentuk hubungan sebagai teman biasa, atau bahkan tidak berhubungan sama sekali. Kadang ketidakberanian kita untuk memutuskan hubungan bisa merugikan kita sendiri.

Setidaknya itu yang aku dapat dalam acara TV yang kutonton kemarin. Memang hal itu mungkin berlaku untuk kasus-kasus tertentu, dan dalam masyarakat Jepang. Kok sampai segitu parahnya?

Jadi kemarin itu TV menceritakan tentang hubungan pertemanan ibu-ibu rumah tangga Jepang. Biasanya, kita mempunyai teman dari sekolah/tetangga. Dan setelah lulus, dan menikah, semakin sulit untuk berhubungan dengan teman sekolah, atau teman kantor jika pernah bekerja di kantor sebelum menikah. Waktu pindah rumah bersama suami (sering harus pindah kota juga kan), harus berusaha berteman dengan tetangga…. tapi hal ini sulit dilakukan di apartemen. Biasanya kita tidak kenal tetangga sebelah apartemen kita.

Waktu hamil, biasanya punya teman-teman yang sama-sama sedang hamil, dan berkonsultasi di Rumah Sakit yang sama. Tapi setelah melahirkan, masing-masing sibuk dengan bayi-bayinya sendiri. Nah, biasanya jika anak-anak balita masuk ke TK atau SD inilah, ibu-ibu “berteman” dengan ibu dari teman anaknya, terutama jika sekelas. Banyak pengumuman atau kegiatan TK/SD yang melibatkan ibu-ibu. Waktu TK mereka bertemu waktu menjemput anaknya. Pertemanan seperti ini yang disebut dengan Mama Tomo (Teman dengan status “Mama”).

Dan hubungan mama tomo ini juga berbahaya. Salah omong sedikit, bisa menjadi pemicu ketidaksukaan di kalangan ibu-ibu yang lain. Atau menjadi wadah untuk bergosip ria. Ada satu kasus yang ditampilkan di TV, yaitu karena ibu-ibu ini hanya mempunyai teman dengan status “mama tomo“, mereka sangat tergantung dengan mama tomo. Tapi jika menemukan hambatan dalam pertemanan itu juga akan sulit sekali memutuskan hubungan. Yang parah dalam ilustrasi yang diberikan di TV itu, seorang yang memang ndablek, meminjam baju pada teman “Mama Tomo” dan tidak mengembalikannya.

Karena itu dalam kesimpulan yang diambil dari speaker di TV itu, ibu-ibu itu juga harus berani untuk memutuskan hubungan pertemanan, jika pertemanan itu sudah mengandung unsur merugikan dan sakit batin.

Dengan status sebagai  seorang ibu memang sulit untuk menemukan teman yang pas, yang bisa mengerti kondisi repotnya menjadi ibu. Lain halnya jika sudah mempunyai teman dari kecil. Dan waktu menonton acara itu aku beberapa kali nyeletuk, “Makanya cari saja teman virtual, lewat internet…. lebih tidak makan hati!”. hehehe

Tapi benarkah pertemanan di internet tidak makan hati? Ada beberapa teman yang pernah kutahu mengalami masalah dengan teman-teman mayanya. Aku sendiri tahun ini sudah pernah memutuskan hubungan pertemanan dengan teman maya. Dan bukan hanya aku bertindak sepihak, ada pula kasus aku yang “diputusin”. Juga jangan menyangka pertemanan di antara blogger itu juga tidak mengalami “cemburu-cemburuan” loh. Bahkan aku mengetahui “curhat” seorang teman yang dia tulis di postingnya, “Aku heran kenapa dia bisa berkunjung ke blog teman lain, tapi tidak ke tempatku?” . Akupun terus terang sependapat dengan dia, dan kukatakan aku juga sedih (siapa sih yang tidak sedih?) jika tahu bahwa teman-teman yang biasa bertandang ke sini, lebih mementingkan kehadirannya di blog teman lain, dan tidak datang ke TE, atau TE menjadi urutan yang terbelakang. Tapi… aku juga tahu bahwa banyak orang yang mengeluh tidak bisa membuka TE,  mungkin karena masalah koneksi. Jadi untukku sekarang, aku berpegang kembali pada tujuan aku blogging yaitu mencatat kehidupanku di sini, dan memberikan informasi (terutama tentang Jepang) yang kuharap bisa berguna bagi yang membacanya. Bukan jumlah komentar atau hit, atau ranking. Bukan juga untuk menjadi Nara blog atau seleblog meskipun tidak ingin menjadi blogger jahat yang merugikan. Kembali ke khitahnya deh hihihi.

Well, kembali ke topik pertemanan, memang sedih sekali jika harus memutuskan persahabatan, tapi apa boleh buat, jika pertemanan itu membuat kita merugi (lahir/batin) lebih baik diputus saja kan? Pacar saja bisa diputus, apalagi teman kan?  😦 😦 😦

Everybody’s Changing…. Semua memang bisa berubah, meskipun aku tetap mengharap semua hubungan bisa harmonis,dengan toleransi yang tinggi. Aku juga ingin mengucapkan terima kasih atau kunjungan teman-teman di sini, yang berkenan meluangkan waktu untuk memberikan komentar. Aku akui, tahun ini aku jarang sekali menjawab komentar, atau sedikit sekali blogwalking. Aku juga menyadari bahwa banyak teman-teman TE yang berubah, berkurang, hiatus atau bahkan berhenti menulis. Sedih… tapi yah setiap orang mempunyai masalah dan kesibukannya sendiri.

Tadinya aku mau menulis kaleidoskop TE selama 2010, sekaligus ikut acara KUMAT nya pakdhe, tapi aku batalkan. Secara garis besarnya saja selama tahun 2010, aku sudah menulis HANYA 168 tulisan jauh sekali dari 269 tulisan di tahun 2009. Menurun! Komentar? tidak tahu, karena aku tidak memakai plugin  yang bisa menjumlah komentar selama tahun, aku harus menghitung sendiri, dan itu sangat menghabiskan waktu. Jumlah komentar sejak April 2008 sejumlah 14.800. Pasti menurun lah. Blog ini juga Page Ranknya menurun dari 4 menjadi 3, dengan Alexa Rankingnya 148.687 (per hari ini). Semua performance TE menurun 😦 😦 😦

Meskipun begitu aku tetap mengucapkan terima kasih pada semua yang membaca TE, baik yang meninggalkan komentar maupun yang silent reader. Semoga saja aku masih bersemangat untuk menulis di tahun yang akan datang, sehingga masih boleh disebut sebagai blogger. Tidak usahlah sebut aku sebagai Nara Blog, karena aku lebih senang disebut sebagai kakak, teman,sahabat, tante, bunda, sensei, syukur-syukur sahabat hati, daripada disebut sebagai Nara Blog. Percayalah, setiap nama yang tercantum sebagai komentator mempunyai tempat dalam hatiku. (Yang silent reader maaf ya aku tidak tahu kalian siapa sih….)

Maaf kalau tulisan kali ini ngalor ngidul, tidak ada hubungannya satu sama lain mungkin, dan aku putuskan untuk mengakhiri saja tulisan ini.