Nonton Bioskop

Malem minggu aye pergi ke bioskop
Bergandengan ame pacar nonton koboi
Beli karcis tau tau keabisan
Jage gengsi kepakse beli catutan

Aduh emak enaknye nonton dua duaan
Kaye nyonye dan tuan di gedongan
Mau beli minuman kantong kosong glondangan
Malu ame tunangan kebingungan

Film abis aye kepakse nganterin
Masuk kampung jalan kaki kegelapan
Sepatu baru, baru aje dibeliin
Dasar sial pulang pulang injek gituan

Ah lagunya Benyamin emang enak ya… Biarlah saya dianggap jadul, tapi hati menjadi riang setiap dengar lagu-lagu dia. Saya punya koleksi lagu-lagunya lumayan lengkap, karena ada seorang Jepang di sini yang bilang pada saya, “Benyamin adalah musisi besar”. Karena itu setiap saya pulang ke Indonesia dulu saya pasti mencari CD Benyamin Sueb. Kadang tukaran lagu dengan Kang Duren (kemana ya dia?) jika ada lagu yang saya tidak punya atau dia tidak punya. Maklum dulu kami berdua suka jadi DJ di chatroom. Lagu favorit saya? “Perkutut” deh. heheheh

OK kali ini saya bukan mau bercerita tentang Benyamin, tapi justru lirik lagunya Benyamin yang Nonton Bioskop. Saya tahu banyak teman-teman blogger pecandu film, dan mungkin malah selalu mengagendakan nonton film di bioskop sebagai jadwal rutin, baik dengan kekasih hati atau sendiri (mana ada sih yang pergi sendiri mel hihihi). Suami saya sendiri pecandu film, tapi dia benar-benar memilih film yang agak aneh. Bukan action, lebih banyak drama, dan bervariasi antara film Jepang atau bahasa Inggris. Sayangnya …. ya sayang sekali… saya tidak suka menonton film. Menonton film bukan hobby saya. Waktu pacaran, memang saya “agak terpaksa” menonton bersama di bioskop. Meskipun ada beberapa film yang akhirnya saya sukai, seperti Ponnette yang sedih, Shall We Dansu yang riang, tapi ada yang sempat membuat saya BENCI film dan rasanya ingin lari dari gedung bioskop itu… sebuah film yang berjudul, Christ of Nanking. Sebuah film yang dibuat berdasarkan novel Akutagawa Ryunosuke th 1920, sedangkan filmnya sendiri dirilis th 1996-an.

Lalu kok tidak suka film mau cerita tentang nontong bioskop? Ya begitulah…meskipun saya tidak suka film, tapi demi sks kelulusan saya di program Master, saya harus mengambil 4 sks mata kuliah pilihan apa saja. Nah ada dua mata kuliah yang saya ambil, dan dua-duanya tidak ada hubungan dengan penelitian saya waktu itu…. dan dua-duanya ANEH. Kalau dipikir, nekat bener saya ini atau saking ngga peduli yang penting MUDAH, Tidak pakai banyak bahasa Jepang, dengan jaminan dapat nilai bagus, sehingga bisa menghias daftar nilai saya dengan huruf A. Huh tipikal mahasiswa Indonesia.

OK, mata kuliah pertama yang tidak ada hubungan dengan postingan ini adalah “Sejarah Pemikiran Barat/Eropa”…. hmmm saya pikir dengan ikut kuliah ini paling tidak saya bisa kejar ketinggalan yang tidak saya dapatkan di SMA (karena di IPA ngga belajar ginian euy). BUT aduuuuh isi kuliah itu amit-amit deh. Si professor adalah peneliti tentang Majogari, Witches …pembunuhan Nenek-nenek sihir. Dan didalam kuliah itu berbicara tentang scape goat, inisiasi dll. Hiiiiii dan itu dengan terpaksa saya ikut karena…… pesertanya cuma SATU ORANG yaitu saya sendiri. HELP!!!!!. Karena waktu orientasi saya muncul, saya merasa tidak enak kalau saya tidak muncul di kuliah pertama. Dan bad news, tidak ada orang lain yang ambil kuliah itu ….. TERPAKSA deh, setiap hari Jumat, jam pertama (jam 9 pagi) , saya nongkrong di kamar beliau, mendengarkan kuliah dan membuat resume dan membuat presentasi! Presentasi apa? Inisiasi di masyarakat Indonesia. Klutekan deh cari nara sumber…. saya sampaikan ttg potong gigi di Bali, dsb dsb (udah lupa). Dan setelah sengsara satu semester, saya bisa puas dapat A. (Kalau tidak dapat A, saya protes bener deh tuh dosen). Pfff

Yang berhubungan dengan Film ini, judul mata kuliahnya “Study Film Barat/Eropa” dan dibawakan oleh kritikus film terkenal Jepang, Umemoto Youichi (9 Januari 1953 -12 Maret 2013) yang biasa menulis di majalah-majalah. Waktu ikut orientasi, banyak orang, jadi aman…. tidak usah harus sendirian. Dan yang membuat saya putuskan ambil kuliah itu adalah ucapannya, “Kalian pasti dapat sks, asalkan setiap minggu wajib menonton satu film dari sutradara yang saya sebutkan, entah di bioskop atau di video, dan pada pertemuan berikutnya presentasikan apa yang kamu rasakan, kesan waktu menonton film itu”. Yang pasti kuliah ini MAHAL, karena jika menonton di bioskop, paling sedikit 1000-1500 yen harus dikeluarkan. Atau kalau video, satu buah video 400 yen. Hmmm biarlah saya pikir, keluarkan uang meskipun saya tidak suka menonton, untuk sesuatu yang pasti …yaitu 2 SKS. hehehehe. Karena saya, bagaimanapun punya handicap, yaitu bahasa.

wheres friends home

where’s friend’s home

Well, mata kuliah film ini masih JAUUUUH lebih mending daripada yang Sejarah pemikiran tadi. BUT, jangan harap kamu bisa menonton film semacam “Sex and the City” atau “Mamamia” deh. Nama sutradaranya saja saya baru pertama kali dengar. Yang paling bombastis mungkin adalah KIKA, yang disutradarai Pedro Almodóvar asal Spanyol yang bercerita seorang make up artis (ini bahasanya Spanyol jeh) . Lalu saya harus menonton karya -karya Jean-Luc Godard (yang memang indah meskipun terus terang saya kurang mengerti —bahasa Perancis euy), karya Spike Jonze, kemudian ada satu film dari Timur Tengah karya sutradara Iran Abbas Kiarostami, yang berjudul “Where’s Friends house”. Dan satu yang boleh dibilang paling “dimengerti” awam adalah Pulp Fiction karya Quentin Tarantino (karena ada si John Travoltanya tuh).

Ada satu “happening” dalam mengikuti kuliah ini. Suatu waktu saya absen dan tidak mengikuti kuliah. Lalu saya tanya pada teman apa tugas untuk minggu itu? Lalu dia berkata “Katteni shiagare” yang artinya saya tangkap sebagai “terserah kamu”. Ya saya pikir boleh menonton film apa saja. Eeee ternyata, ada film Godard yang berjudul begitu….. dan waktu saya jelaskan, minta maaf saya tidak menonton dengan alasan salah judul, dosen itu tertawa terbahak-bahak. (Untung dia kasihan sama saya yang orang asing satu-satunya di kelas dia hiks).

Akhirnya satu semester habis, dan saya berhasil mendapatkan nilai A juga untuk mata kuliah ini. Memang sulit bagi saya, tapi paling tidak saya bisa mengerti apa saja yang ditonton oleh orang FILM, yang pastinya bukan film-film picisan (menurut mereka) yang hanya mengejar “jumlah penonton” . Selain itu saya bisa berkenalan dengan kebudayaan lain, film Spanyol, film Perancis, film IRAN….. yang tentu saja tidak akan saya lirik sebelah mata jika saya tidak mengambil kuliah ini.