Musim Hujan Tlah Tiba

Meskipun Jepang terkenal dengan 4 musim, yaitu Musim Semi, Musim Panas, Musim Gugur dan Musim Dingin, ada lagi tambahan satu musim yang bisa dikatakan “nyempil” di antara Musim Semi dan Musim Panas. Dalam bahasa Jepang disebut dengan Tsuyu. Dan biasanya itu dimulai awal bulan Juni, dengan pernyataan dari Japan Meteorological Agency akan adanya Tsuyu Iri 梅雨入り , awal musim hujan.

Anjing dan anak-anak pada hari hujan karya Iwasaki Chihiro

Anjing dan anak-anak pada hari hujan karya Iwasaki Chihiro

Sudah sejak Hari Kamis lalu hujan terus turun di Tokyo, terutama pada sore hari. Sehingga saya dan Riku harus menjemput Kai di penitipan naik bus bersama, tidak bisa naik sepeda. Karena hujan rintik-rintik maka Kai cukup memakai jas hujan dan dia enjoy sekali jalan di bawah hujan. Tapi hari Minggu ini, hujan tidak bercanda.

Sabtu saya dan anak-anak sudah seharian berada dalam rumah, karena di luar hujan dan temperatur menunjukkan 20 derajat celcius. Brrr. Minggu pagi lebih sedikit hangat 25 derajat, dengan hujan rintik. Dan sekitar jam 11 kami memutuskan untuk keluar rumah. Bisa “berjamur” rasanya jika kami tinggal dalam rumah saja. Tujuannya makan siang dan pergi ke Museum Seni Chihiro. Dua tempat yang terletak tidak jauh dari rumah kamu, selalu kami lewati tapi belum sempat kami mampiri. So today is the day!

Taman yang tertanam dalam lantai... hmmm ide interiornya boleh juga nih

Restoran Marushima 丸嶋 spesialisasi soba (mie Jepang) dan ikan. Kami tidak menduga restoran ini begitu bagus interior dalamnya. SO JAPANESE. Harga makanannya juga tidak mahal, dan yang pasti Gen dan Riku suka Soba dingin, jadi….bisa-bisa pamor restoran ini di keluarga Miyashita akan mengalahkan restoran sushi dekat rumah.

Sashimi maguro dengan parutan yamaimo

Jadi kami memesan Soba untuk kami berempat, padahal aku sebetulnya kepingin sekali makan ikan. Jadi Gen memesan Yamakake Maguro, yaitu Maguro (Tuna) mentah yang dipotong kotak-kotak dan diberi parutan ubi “Yamaimo” Dioscorea japonica, yang juga disebut dengan Tororo. Parutan ubi ini akan membentuk sebuah saus seperti kanji. Hmmm mungkin orang Indonesia tidak akan suka dengan penampilan yamaimo ini karena ….. mmmm maaf ..seperti ing*s yang berwarna putih. Tapi percayalah, yamaimo ini sangat berkhasiat untuk pencernaan bahkan menjadi bahan obat tradisional China untuk penderita kencing manis.

Dan yang mengherankan adalah Riku, terlebih Kai suka sekali makan maguro dengan yamaimo itu. Cuma bagi orang tertentu yamaimo memang bisa menimbulkan alergi gatal-gatal. Dan karena Kai pertama kali, saya tidak tahu bahwa ternyata Kai agak alergi dengan yamaimo. Dia sempat rewel mulutnya gatal. Tapi untung tidak parah, tidak sampai membuat bibir dower seperti disengat lebah.

Meja dengan hiasan display

Setelah selesai makan, kami berjalan menuju Museum Seni Chihiro yang ternyata terletak persis di seberang restoran ini. HTM Museum ini 800 yen untuk orang dewasa, bagi balita sampai pelajar SMU gratis. Senang sekali kami berdua, karena Riku senang melihat lukisan-lukisan Chihiro dan langsung berkata bahwa dia juga ingin mencoba melukis.
“Jadi mama … belikan aku pensil warna dan cat air ya? …”
“Ada di rumah… kamu saja selalu berantakin jadi tidak tahu bahwa kamu punya sebetulnya”. Diem deh hihihihi….

Chihiro Art Museum

Chihiro Iwasaki was born on December 15, 1918, in Takefu, Fukui Prefecture, and moved to Tokyo the following year. She began to study sketching and oil painting at the age of fourteen under Saburosuke Okada, and Japanese calligraphy when she was eighteen, under Shuyo Oda of the Fujiwara Kozei School. Her first work for children was a set of illustrated “paper-theater” storytelling panels called Okasan no Hanashi (The Story of a Mother) in 1950, and in 1956, she created her first picture book, Hitori de Dekiru yo (I Can Do it All by Myself). She won many prizes, among them: Graphic Prize Fiera di Bologna for Kotori no Kuru Hi (The Pretty Bird) in 1971, and Bronze Medal of the Leipzig International Book Fair for Senka no Naka no Kodomo-tachi (Children in the Flames of War) in 1974. In autumn of 1973 Chihiro was diagnosed with liver cancer. She died the following year on August 8 at the age of fifty-five.

Yang membuat satu keluarga bisa betah berkunjung ke museum ini, yaitu disediakannya perpustakaan Picture Book dan sebuah Ruang Bermain bagi balita. Sementara Riku membaca di perpustakaan, saya dan Kai bermain di play room nya. Di playroom itu tentu terdapat juga buku-buku untuk anak balita. Ada beberapa Picture Book yang kami sudah punya, tapi banyak lagi yang lain yang belum punya. Benar-benar seperti toko buku bagi balita.  Apakah saya membacakan buku untuk Kai? Tidak, dia konsentrasi penuh bermain mobil-mobilan sendirian hihihi. Persis waktu kami mau pulang itulah hujan deras turun membasahi bumi. Sudah lama sekali kami tidak melihat hujan sederas ini. Karena mobil kami diparkir di restoran Soba, Gen lari pergi mengambilnya dan memindahkan ke parkiran museum yang tadi wkatu kita datang penuh parkirannya. Sementara itu saya dan dua anak memasuki Gift Cornernya.

Aduuuh susah deh membawa dua anak yang cerewet dan memiliki kemauan masing-masing. Ada aja yang satu mau minta dibelikan ini, sedangkan Kai langsung main ambil dan bermain di pojokan (yang memang disediakan) . Gift Corner dipenuhi dengan bermacam barang yang berhiaskan lukisan Chihiro yang khas. Anak-anak! Memang karyanya banyak dipakai untuk program Unicef juga.  Selain lukisan Pater Sato yang memakai media craypas, lukisan Chihiro yang memakai cat air ini juga termasuk dalam koleksi seni saya (seni ni yeee).

Akhirnya dalam hujan, dengan dua payung, saya dan Kai, serta Riku dan papanya, kami  pulang ke rumah dengan gembira. Ternyata berempat dalam payung berhujan-hujan juga cukup romantis…..as a family!